Ads 468x60px

Featured Posts Coolbthemes

Green Schools and Green Province 2011 Program Picture Gallery

Penanaman pohon dalam pelaksanaan program Green Schools and Green Province 2011 Program dari Provinsi Jawa Barat.

Green School 1
Green School 2
Green School  3

Green School   4

Green School   5

Green School   6

Green School   7

Green School 8
Green School 9
Green School 10
Green School 11

Mulok Lingkungan Hidup Belum Sepenuhnya Dijalankan Tiap Sekolah

Meski sudah ditetapkan sebagai Kurikulum Muatan Lokal (Mulok), namun ternyata  tidak semua sekolah dapat menerapkan Pendidikan Lingkungan Hidup sebagai satuan mata pelajaran. Salah satu kendalanya, minimnya tenaga pengajar yang khusus membidangi masalah lingkungan hidup.

  
“Padahal adanya mata pelajaran PLH disekolah didasari adanya keprihatinan akan kondisi lingkungan hidup yang semakin menurun,” kata Edi Suparjoto, salah satu pengajar di SMP 15 kepada SembilanNews belum lama ini. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, Lanjut Edi, merupakan sarana paling efektif, dengan alasan bahwa siswa sekolah adalah objek yang paling mungkin untuk menerima perubahan. “Tentu saja didasarkan atas harapan bahwa dengan adanya pendidikan lingkungan hidup disekolah maka akan tercipta lingkungan sekolah yang bersih,” jelasnya.
Dalam referensinya, inti utama dari permasalahan lingkungan hidup berawal dari pola perilaku dan cara pandang manusia yang kurang paham akan arti penting lingkungan bagi kelangsungan hidup, sehingga terkadang manusia menjadi serakah seperti mengeksploitasi lingkungan secara berlebihan untuk kepentingan ekonomi. “Jadi perlu adanya perubahan terutama dari pola pikir atau mindset masyarakat untuk dapat menjaga lingkungan sekitar dari kerusakan,” tandasnya. Meski begitu dirinya masih berharap, peran Pemerintah selaku pemegang regulasi, bisa lebih optimal lagi, sehingga pelaksanaan kurikulum mulok lingkungan hidup bisa mencapai harapan semua pihak.
Senada dengan Edi, Alfian Rajibullah, (23), salah satu mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), yang juga penggiat pencinta alam menyatakan, pembelajaran pendidikan lingkungan hidup di sekolah belum sampai ke tahap pemahaman lebih lanjut dikarenakan masih kurangnya inovasi dan praktek secara langsung oleh siswa. “Hal ini juga yang menjadi persoalan lain selain minimnya tenaga pengajar untuk lingkungan hidup,” singkatnya. ( SN- Andriadiredja). 

Program Pendidikan Lingkungan Hidup di Sekolah

Salah satu cara untuk mendukung program adaptasi perubahan iklim adalah mengembangkan program yang membumi untuk mendukung pelaksanaan program yang dimulai dari diri sendiri, dari hal kecil dan sesegera mungkin.
 

Setiap orang dapat memberikan kontribusinya dalam berbagai bentuk sesuai kapasitasnya masing-masing sehingga setiap orang dapat membagi pengalamannya kepada orang lain. Hal ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi orang lain yang akhirnya membentuk suatu komunitas yang siap berkomitmen untuk menyediakan bumi yang masih sehat dan layak huni bagi generasi mendatang.
 
Mengembangkan program Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) untuk mendukung adaptasi perubahan iklim di sekolah adalah satu cara mudah untuk memulai. Bersama dengan komunitas sekolah, akan lebih mudah memelihara apa yang sudah dilakukan di sekolah dan mengembangkannya menjadi program yang lebih besar dengan mengajak lebih banyak orang ataupun sekolah. 

Pengenalan Lingkungan Sekjak Usia Dini

Guna mendorong terciptanya pengetahuan dan kesadaran warga sekolah dalam melestarikan lingkungan hidup dan mempertahankan kondisi tersebut, maka pada 5-7 Desmber 2011 diadakanlah kegiatan Pertemuan Nasional Adiwiyata yang mengambil lokasi di The Empire Place, Surabaya. Pada kegiatan yang digagas oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) ini dihadiri oleh perwakilan dari sekolah-sekolah Adiwiyata dari seluruh Indonesia, Kementerian Pendidikan


Guna mendorong terciptanya pengetahuan dan kesadaran warga sekolah dalam melestarikan lingkungan hidup dan mempertahankan kondisi tersebut, maka pada 5-7 Desmber 2011 diadakanlah kegiatan Pertemuan Nasional Adiwiyata yang mengambil lokasi di The Empire Place, Surabaya. Pada kegiatan yang digagas oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) ini dihadiri oleh perwakilan dari sekolah-sekolah Adiwiyata dari seluruh Indonesia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Lingkungan Hidup Surabaya.
Pada acara yang dibuka dengan paduan suara dan tarian dari sekolah-sekolah peraih penghargaan Adiwiyata ini, Deputi MENLH Bidang Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat, Ir. Ilyas Asaad, M.P., mengatakan bahwa “Kearifan manusia dalam mengelola sumber daya tidak bisa dengan seketika tanpa adanya pendidikan,” ungkapnya. Ilyas juga menambahkan dengan adanya Adiwiyata ini bisa membantu para siswa mendapatkan pengetahuan mengenai lingkungan sejak dini.
Sebagai tuan rumah, Surabaya menyambut baik acara ini. “Acara ini sesuai dengan visi dan misi Jawa Timur,” ujar Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur, Dr. H. Rasiyo, M.Si. Diharapkan pula keberhasilan sekolah-sekolah di Jawa Timur menyabet banyak penghargaan Adiwiyata, dapat dijadikan contoh dan pemacu semangat oleh sekolah-sekolah lain di luar Jawa Timur. Sehingga seluruh sekolah daerah di Indonesia bisa menjadi sarana untuk pembelajaran lingkungan hidup bagi para siswanya.
Dalam implementasinya KLH bekerjasama dengan para stakeholders guna mengajak warga sekolah untuk melaksanakan proses belajar mengajar mengenai materi lingkungan hidup. Diharapkan pula warga sekolah dapat turut berpartisipasi dalam melestarikan dan menjaga lingkungan hidup di sekolah dan daerah sekitarnya.sehingga tercipta kondisi yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat pembelajaran dan penyadaran warga sekolah akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup. Sehingga warga sekolah dapat turut serta bertanggung jawab dalam upaya-upaya penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan.
Kedepannya, diharpkan penghargaan Adiwiyata bukan dijadikan sebagai ajang perlombaan, namun kegiatan ini dijadikan sebagai pelecut semangat sekolah-sekolah untuk melestarikan lingkungan. Karena bila dijadikan ajang perlombaan, para peserta yang akan mengikuti Adiwiyata hanya akan menerapkan program melestarikan lingkungan dalam jangka waktu yang singkat, atau dengan kata lain menjaga lingkungan jika hanya ada perlombaan.
“Kita akan mencari dukungan untuk baik dari dalam maupun luar negeri untuk sekolah-sekolah Adiwiyata,” ujar Ilyas. Salah satu contoh dukungan dari luar negeri adalah dengan adanya sister city. Dimana sekolah-sekolah di Indonesia dapat bekerja sama dengan sekolah-sekolah diluar negri yang sudah mengimlementasikan kegiatan ramah lingkungan. Karena saat ini sudah banyak sekolah di luar negeri yang sudah menerapkan program ramah lingkungan.
Ilyas juga berharap agar peserta Adiwiyata dapat bertambah pada tahun-tahun mendatang. Dari total 250.000 sekolah yang ada di Indonesia, baru 16.300 sekolah yang sudah mengikuti penghargaan Adiwiyata. Ia mengatakan, saat ini ada tiga provinsi yang belum mengikuti kegiatan Adiwiyata, yaitu Provinsi Sulawesi Barat, Maluku Utara dan Papua Barat. Semoga semua sekolah diseluruh wilayah Indonesia bisa menerapkan program ini, agar kelestarian lingkungan bisa tetap terjaga. Jangan lupa pula, jangan hanya anak sekolah saja yang menjaga kebersihan, karena kebersihan dan kelestarian lingkungan merupakan tanggung jawab kita bersama.
Pada acara ini juga diselengarakan beberapa diskusi yang bertemakan sekolah dengan wawasan lingkungan dan pembahasan mengenai sayarat dan pedoman pemberian penghargaan Adiwiyata. Diskusi-diskusi ini akan diisi oleh pembicara yang merupakan para pemangku kepentingan, baik dari pemerintah maupun perusahaan swasta, yang berkenaan langsung dengan program sekolah yang berwawasan lingkungan.

Pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup Di Sekolah Bukan Mempekerjakan Siswa

Pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup yang kini telah dan semakin semarak di terapkan di sekolah adalah bukan mempekerjakan siswa sebagai pekerja di lingkungan sekolah, tetapi membangun jiwa cinta lingkungan, dengan harapan bahwa generasi berikut menjadi generasi yang berbudaya lingkungan dan menjadi sebuah habit bagi semua civitas sekolah.
Untuk maksud tersebut, maka hendaknya pihak sekolah dan semua stake-holder serta pemerhati Lingkungan Hidup  melakukan konsitentisasi yang holistik kepada konsumen pendidikan tentang peran lingkungan terhadap keberlangsungan kehidupan di bumi, ancaman terhadap kehidupan dan solusi penyelamatan kehidupan di bumi, serta menjelaskan tentang porsi perhatian sekolah dalam hal ini siswa terhadap ekosistim lingkungan hidup sekitarnya.


Berikut adalah beberapa hal yang hendaknya diperhatikan oleh semua pihak
Pendidikan Lingkungan Hidup: dalam buku catatan
Pada tahun 1986, pendidikan lingkungan hidup dan kependudukan dimasukkan ke dalam pendidikan formal dengan dibentuknya mata pelajaran ?Pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup (PKLH)?. Depdikbud merasa perlu untuk mulai mengintegrasikan PKLH ke dalam semua mata pelajaran
Pada jenjang pendidikan dasar dan menegah (menengah umum dan kejuruan), penyampaian mata ajar tentang masalah kependudukan dan lingkungan hidup secara integratif dituangkan dalam sistem kurikulum tahun 1984 dengan memasukkan masalah-masalah kependudukan dan lingkungan hidup ke dalam hampir semua mata pelajaran. Sejak tahun 1989/1990 hingga saat ini berbagai pelatihan tentang lingkungan hidup telah diperkenalkan oleh Departemen Pendidikan Nasional bagi guru-guru SD, SMP dan SMA termasuk Sekolah Kejuruan.
Di tahun 1996 terbentuk Jaringan Pendidikan Lingkungan (JPL) antara LSM-LSM yang berminat dan menaruh perhatian terhadap pendidikan lingkungan. Hingga tahun 2004 tercatat 192 anggota JPL yang bergerak dalam pengembangan dan pelaksanaan pendidikan lingkungan.
Selain itu, terbit Memorandum Bersama antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 0142/U/1996 dan No Kep: 89/MENLH/5/1996 tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup, tanggal 21 Mei 1996. Sejalan dengan itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Depdikbud juga terus mendorong pengembangan dan pemantapan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di sekolah-sekolah antara lain melalui penataran guru, penggalakkan bulan bakti lingkungan, penyiapan Buku Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) untuk Guru SD, SLTP, SMU dan SMK, program sekolah asri, dan lain-lain. Sementara itu, LSM maupun perguruan tinggi dalam mengembangkan pendidikan lingkungan hidup melalui kegiatan seminar, sararasehan, lokakarya, penataran guru, pengembangan sarana pendidikan seperti penyusunan modul-modul integrasi, buku-buku bacaan dan lain-lain.
Pada tanggal 5 Juli 2005, Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan SK bersama nomor: Kep No 07/MenLH/06/2005 No 05/VI/KB/2005 untuk pembinaan dan pengembangan pendidikan lingkungan hidup. Di dalam keputusan bersama ini, sangat ditekankan bahwa pendidikan lingkungan hidup dilakukan secara integrasi dengan mata ajaran yang telah ada.
Pendidikan Lingkungan Hidup: bahan dasar yang dilupakan
Salah satu puncak perkembangan pendidikan lingkungan adalah dirumuskannya tujuan pendidikan lingkungan hidup menurut UNCED adalah sebagai berikut: Pendidikan lingkungan Hidup (environmental education – EE) adalah suatu proses untuk membangun populasi manusia di dunia yang sadar dan peduli terhadap lingkungan total (keseluruhan) dan segala masalah yang berkaitan dengannya, dan masyarakat yang memiliki pengetahuan, ketrampilan, sikap dan tingkah laku, motivasi serta komitmen untuk bekerja sama , baik secara individu maupun secara kolektif , untuk dapat memecahkan berbagai masalah lingkungan saat ini, dan mencegah timbulnya masalah baru [UN - Tbilisi, Georgia - USSR (1977) dalam Unesco, (1978)]
PLH memasukkan aspek afektif yaitu tingkah laku, nilai dan komitmen yang diperlukan untuk membangun masyarakat yang berkelanjutan (sustainable). Pencapaian tujuan afektif ini biasanya sukar dilakukan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran guru perlu memasukkan metode-metode yang memungkinkan berlangsungnya klarifikasi dan internalisasi nilai-nilai. Dalam PLH perlu dimunculkan atau dijelaskan bahwa dalam kehidupan nyata memang selalu terdapat perbedaan nilai-nilai yang dianut oleh individu. Perbedaan nilai tersebut dapat mempersulit untuk derive the fact, serta dapat menimbulkan kontroversi/pertentangan pendapat. Oleh karena itu, PLH perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun ketrampilan yang dapat meningkatkan ?kemampuan memecahkan masalah?.
Beberapa ketrampilan yang diperlukan untuk memecahkan masalah adalah sebagai berikut ini.
  1. Berkomunikasi: mendengarkan, berbicara di depan umum, menulis secara persuasive, desain grafis;
  2. Investigasi (investigation): merancang survey, studi pustaka, melakukan wawancara, menganalisa data;
  3. Ketrampilan bekerja dalam kelompok (group process): kepemimpinan, pengambilan keputusan dan kerjasama.
Pendidikan lingkungan hidup haruslah:
  1. Mempertimbangkan lingkungan sebagai suatu totalitas — alami dan buatan, bersifat teknologi dan sosial (ekonomi, politik, kultural, historis, moral, estetika);
  2. Merupakan suatu proses yang berjalan secara terus menerus dan sepanjang hidup, dimulai pada jaman pra sekolah, dan berlanjut ke tahap pendidikan formal maupun non formal;
  3. Mempunyai pendekatan yang sifatnya interdisipliner, dengan menarik/mengambil isi atau ciri spesifik dari masing-masing disiplin ilmu sehingga memungkinkan suatu pendekatan yang holistik dan perspektif yang seimbang.
  4. Meneliti (examine) issue lingkungan yang utama dari sudut pandang lokal, nasional, regional dan internasional, sehingga siswa dapat menerima insight mengenai kondisi lingkungan di wilayah geografis yang lain;
  5. Memberi tekanan pada situasi lingkungan saat ini dan situasi lingkungan yang potensial, dengan memasukkan pertimbangan perspektif historisnya;
  6. Mempromosikan nilai dan pentingnya kerjasama lokal, nasional dan internasional untuk mencegah dan memecahkan masalah-masalah lingkungan;
  7. Secara eksplisit mempertimbangkan/memperhitungkan aspek lingkungan dalam rencana pembangunan dan pertumbuhan;
  8. Memampukan peserta didik untuk mempunyai peran dalam merencanakan pengalaman belajar mereka, dan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan dan menerima konsekuensi dari keputusan tersebut;
  9. Menghubungkan (relate) kepekaan kepada lingkungan, pengetahuan, ketrampilan untuk memecahkan masalah dan klarifikasi nilai pada setiap tahap umur, tetapi bagi umur muda (tahun-tahun pertama) diberikan tekanan yang khusus terhadap kepekaan lingkungan terhadap lingkungan tempat mereka hidup;
  10. Membantu peserta didik untuk menemukan (discover), gejala-gejala dan penyebab dari masalah lingkungan;
  11. Memberi tekanan mengenai kompleksitas masalah lingkungan, sehingga diperlukan kemampuan untuk berfikir secara kritis dengan ketrampilan untuk memecahkan masalah.
  12. Memanfaatkan beraneka ragam situasi pembelajaran (learning environment) dan berbagai pendekatan dalam pembelajaran mengenai dan dari lingkungan dengan tekanan yang kuat pada kegiatan-kegiatan yang sifatnya praktis dan memberikan pengalaman secara langsung (first – hand experience).
Karena langsung mengkaji masalah yang nyata, PLH dapat mempermudah pencapaian ketrampilan tingkat tinggi (higher order skill) seperti :
1. berfikir kritis
2. berfikir kreatif
3. berfikir secara integratif
4. memecahkan masalah.
Persoalan lingkungan hidup merupakan persoalan yang bersifat sistemik, kompleks, serta memiliki cakupan yang luas. Oleh sebab itu, materi atau isu yang diangkat dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan lingkungan hidup juga sangat beragam. Sesuai dengan kesepakatan nasional tentang Pembangunan Berkelanjutan yang ditetapkan dalam Indonesian Summit on Sustainable Development (ISSD) di Yogyakarta pada tanggal 21 Januari 2004, telah ditetapkan 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Ketiga pilar tersebut merupakan satu kesatuan yang bersifat saling ketergantungan dan saling memperkuat. Adapun inti dari masing-masing pilar adalah :
  1. Pilar Ekonomi: menekankan pada perubahan sistem ekonomi agar semakin ramah terhadap lingkungan hidup sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Pola konsumsi dan produksi, Teknologi bersih, Pendanaan/pembiayaan, Kemitraan usaha, Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Pertambangan, Industri, dan Perdagangan
  2. Pilar Sosial: menekankan pada upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Kemiskinan, Kesehatan, Pendidikan, Kearifan/budaya lokal, Masyarakat pedesaan, Masyarakat perkotaan, Masyarakat terasing/terpencil, Kepemerintahan/kelembagaan yang baik, dan Hukum dan pengawasan
  3. Pilar Lingkungan: menekankan pada pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Pengelolaan sumberdaya air, Pengelolaan sumberdaya lahan, Pengelolaan sumberdaya udara, Pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir, Energi dan sumberdaya mineral, Konservasi satwa/tumbuhan langka, Keanekaragaman hayati, dan Penataan ruang
Kesadaran subyektif dan kemampuan obyektif adalah suatu fungsi dialektis yang ajeg (constant) dalam diri manusia dalam hubungannya dengan kenyataan yang saling bertentangan yang harus dipahaminya. Memandang kedua fungsi ini tanpa dialektika semacam itu, bisa menjebak kita ke dalam kerancuan berfikir. Obyektivitas pada pengertian si penindas bisa saja berarti subyektivitas pada pengertian si tertindas, dan sebaliknya. Jadi hubungan dialek tersebut tidak berarti persoalan mana yang lebih benar atau yang lebih salah. Oleh karena itu, pendidikan harus melibatkan tiga unsur sekaligus dalam hubungan dialektisnya yang ajeg, yakni: Pengajar, Pelajar atau anak didik, dan Realitas dunia. Yang pertama dan kedua adalah subyek yang sadar (cognitive), sementara yang ketiga adalah obyek yang tersadari atau disadari (cognizable). Hubungan dialektis semacam inilah yang tidak terdapat pada sistem pendidikan mapan selama ini.
Dengan kata lain, langkah awal yang paling menentukan dalam upaya pendidikan pembebasannya Freire yakni suatu proses yang terus menerus, suatu ?commencement?, yang selalu ?mulai dan mulai lagi?, maka proses penyadaran akan selalu ada dan merupakan proses yang sebati (in erent) dalam keseluruhan proses pendidikan itu sendiri. Maka, proses penyadaran merupakan proses inti atau hakikat dari proses pendidikan itu sendiri. Dunia kesadaran seseorang memang tidak boleh berhenti, mandeg, ia senantiasa harus terus berproses, berkembang dan meluas, dari satu tahap ke tahap berikutnya, dari tingkat ?kesadaran naif? sampai ke tingkat ?kesadaran kritis?, sampai akhirnya mencapai tingkat kesadaran tertinggi dan terdalam, yakni ?kesadarannya kesadaran? (the consice of the consciousness).
Joseph Cornell, seorang pendidik alam (nature educator) yang terkenal dengan permainan di alam yang dikembangkannya sangat memahami psikologi ini. Sekitar tahun 1979 ia mengembangkan konsep belajar beralur (flow learning).
Berbagai kegiatan atau permainan disusun sedemikian rupa untuk menyingkronkan proses belajar di dalam pikiran, rasa, dan gerak. Ia merancang sedemikian rupa agar kondisi emosi anak dalam keadaan sebaik-baiknya pada saat menerima hal-hal yang penting dalam belajar.
Aspek-aspek yang perlu diperhatikan adalah:
Aspek afektif: perasaan nyaman, senang, bersemangat, kagum, puas, dan bangga
Aspek kognitif: proses pemahanan, dan menjaga keseimbangan aspek-aspek yang lain:
  1. Aspek sosial: perasaan diterima dalam kelompok
  2. Aspek sensorik dan monotorik: bergerak dan merasakan melalui indera, melibatkan peserta sebanyak mungkin
  3. Aspek lingkungan: suasanan ruang atau lingkungan
Pendidikan Lingkungan Hidup: terjerumus di jurang pembebanan baru
Pendidikan saat ini telah menjadi sebuah industri. Bukan lagi sebagai sebuah upaya pembangkitan kesadaran kritis. Hal ini mengakibatkan terjadinya praktek jual-beli gelar, jual-beli ijasah hingga jual-beli nilai. Belum lagi diakibatkan kurangnya dukungan pemerintah terhadap kebutuhan tempat belajar, telah menjadikan tumbuhnya bisnis-bisnis pendidikan yang mau tidak mau semakin membuat rakyat yang tidak mampu semakin terpuruk. Pendidikan hanyalah bagi mereka yang telah memiliki ekonomi yang kuat, sedangkan bagi kalangan miskin, pendidikan hanyalah sebuah mimpi.
Dunia pendidikan sebagai ruang bagi peningkatan kapasitas anak bangsa haruslah dimulai dengan sebuah cara pandang bahwa pendidikan adalah bagian untuk mengembangkan potensi, daya pikir dan daya nalar serta pengembangan kreatifitas yang dimiliki. Sistem pendidikan yang mengebiri ketiga hal tersebut hanyalah akan menciptakan keterpurukan sumberdaya manusia yang dimiliki bangsa ini yang hanya akan menjadikan Indonesia tetap terjajah dan tetap di bawah ketiak bangsa asing.
Pada dua tahun terakhir, PLH di Kalimantan Timur sangatlah berjalan perlahan ditengah hiruk pikuk penghabisan kekayaan alam Kaltim. Inisiatif-inisiatif baru bermunculan. Kota Balikpapan memulai, dengan dibantu oleh Program Kerjasama Internasional, lahirlah kurikulum pendidikan kebersihan dan lingkungan yang menjadi salah satu muatan lokal. Diikuti kemudian oleh Kabupaten Nunukan. Sementara saat ini sedang dalam proses adalah Kota Samarinda, Kabupaten Malinau dan Kota Tarakan. Kesemua wilayah ini terdorong ke arah ?jurang? hadirnya muatan lokal beraroma pendidikan lingkungan hidup.
Tak ada yang salah dengan muatan lokal. Namun sangat disayangkan dalam proses-proses yang dilakukan sangat meninggalkan prinsip-prinsip dari Pendidikan Lingkungan Hidup itu sendiri. Nuansa hasil yang berwujud (buku, modul, kurikulum), sangat terasa dalam setiap aktivitas pembuatannya. Perangkat-perangkat pendukung masih sangat jauh mengikutinya.
Pendidikan Lingkungan Hidup hari ini, bisa jadi mengulang pada kejadian beberapa tahun yang lalu, ketika PKLH mulai diluncurkan. Statis, monolitik, membunuh kreatifitas. Prasyarat yang belum mencukupi yang kemudian dipaksakan, berakhir pada frustasi berkelanjutan.
Sangat penting dipahami, bahwa pola Cara Belajar Siswa Aktif, Kurikulum Berbasis Kompetensi, dan berbagai teknologi pendidikan lainnya yang dikembangkan, kesemuanya bermuara pada kapasitas seorang guru. Kemampuan berekspresi dan berkreasi sangat dibutuhkan dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Bila tidak, lupakanlah.
Demikian pula dengan PLH, sangat dibutuhkan kapasitas guru yang mampu membangitkan kesadaran kritis. Bukan sekedar untuk memicu kreatifitas siswa. Kesadaran kritis inilah yang akhirnya akan tereliminasi disaat PLH diperangkap dalam kurikulum muatan lokal. Siswa akan kembali berada dalam ruang statis, mengejar nilai semu, dan memperoleh pembebanan baru.
Pendidikan Lingkungan Hidup: duduk, diam, dan bercerminlah
Sejak 2001, disaat pertama kali kawan-kawan pegiat PLH di Kaltim berkumpul, telah lahir berbagai gagasan dan agenda yang harus diselesaikan. Namun karena bukan menjadi PRIORITAS, maka hal ini menjadi bagian yang dilupakan.
Di tahun 2005 ini, geliat PLH masih bergerak-gerak ditempat. Bagi yang memiliki dana, muatan lokal menjadi sebuah pilihan, karena akan lebih mudah mengukur indikator keberhasilannya. Bagi yang tidak memiliki dana, mencoba tertatih-tatih di ruang sempit untuk tetap berjalan sesuai dengan cita-cita sebenarnya dari PLH, yaitu membangun generasi yang memiliki KESADARAN KRITIS sampai akhirnya mencapai tingkat kesadaran tertinggi dan terdalam, yakni ? KESADARANNYA KESADARAN?.
Kepentingan untuk PERCEPATAN PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP, haruslah dimaknai bukan untuk mengELIMINASI pondasi dasar PLH. Tidak kokohnya pondasi akan mengakibatkan kehancuran sebuah bangunan, semewah apapun ia. Kehausan akan target proyek, capaian indikator, pekerjaan, hanya akan menjadikan PLH sebagai sebuah obyek mainan baru, bukan lagi sebagai sebuah nilai yang sedang dibangun bagi generasi kemudian negeri ini.
BERCERMINLAH untuk sekedar meREFLEKSIkan diri. Ini yang penting dilakukan oleh pegiat PLH. Bukan untuk berlari mengejar ketertinggalan. Tidak harus cepat mencapai garis akhir. Berjalan perlahan dengan semangat kebersamaan akan lebih menghasilkan nilai yang tertancap pada ruang yang terdalam di diri.

sumber

Manajemen Sekolah Berbasis Lingkungan Hidup

Oleh Luluk Khotimah, S. Pd[2]
Lahirnya era globalisasi ditandai dengan munculnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menitikberatkan pada aspek teknologi informasi-komunikasi, jasa dan transportasi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memaju lahirnya masyarakat industri, masyarakat yang dipenuhi dengan otomatisisasi, mekanisasi dan standarisasi. Dampak negatifnya, tentu terdapat limbah yang dikeluarkan industri / pabrik yang mengandung bahan berbahaya atau beracun.

 
Berbagai kalangan pemerhati lingkungan hidup telah berupaya mencari solusi alternative terhadap permasalahan yang ditimbulkan limbah industri sebagai problem lingkungan hidup karena dapat menganggu keseimbangan ekosistem, merusak lingkungan hidup, dan menimbulkan pencemaran lingkungan.
Isu global warming merupakan isu lingkungan yang telah melanda diseluruh belahan dunia ini. Beragam upaya dan kampanye mencintai atau bersahabat dengan lingkungan dilakukan guna mencegah terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup yang berkelanjutan, yang dibiarkan begitu saja tanpa pengelolaan lebih lanjut. Belum lagi, ketersediaan air bersih yang semakin langka, sementara kebutuhan manusia akan air bersih semakin banyak, yang inheren dengan bertambahnya kepadatan penduduk.
Upaya menggunakan sumber daya alam sebagaimana mestinya, tidak eksploitatif dan melakukan penghematan adalah wujud keramahan manusia terhadap lingkungan hidup sehingga kelestarian dan keseimbangan ekosistem tetap terjaga.

Sekolah bertaraf Internasional

Konsepsi ‘the future school’ yang terumuskan dalam model sekolah bertaraf internasional telah menjadi daya tarik masyarakat Indonesia untuk mempersiapkan diri berkompetisi di era globalisasi. Untuk mengelola sekolah bertaraf internasional, system yang digunakannya adalah menggunakan piranti Standar Internasional Sistem manajemen Mutu (SI SMM) ISO 9001:2000.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan mutu kinerja manajemen yang terstandar adalah meningkatkan mutu pengelolaan aspek lingkungan di kegiatan praktik. Hal ini inheren dengan makin berkembangnya knowledge dan sense of social masyarakat akan jaminan kenyamanan, keamanan dan kesehatan lingkungan.
Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 50 ayat 3 berbunyi bahwa : Pemerintah dan/atau Pemda menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
Sementara itu Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 Pasal 61 ayat 1 dinyatakan bahwa : pemerintah bersama-sama Penda menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internacional.
Dan didalam renstra Depdiknas 2005 – 2009 BAB V Hal 58 tentang Pembangunan Sekolah bertaraf Internasional (SBI) juga menyebutkan bahwa : Untuk meningkatkan daya saing bangsa perlu dikembangkan SBI pada tingkat Kabupaten/Kota melalui kerjasama yang konsisten antara pemerintah dengan Pemda Kabupaten/Kota, untuk mengembangkan SD, SMP, SMA dan SMK yang bertaraf internasional.

Kebijakan Sekolah Peduli Lingkungan

Sehubungan dengan pengelolaan lingkungan hidup, paling tidak ada 2 aspek yang perlu diperhatikan yaitu infrastruktur sekolah dan kultur sekolah. Pertama, infrastruktur sekolah meliputi konstruksi bangunan yang berventilasi, jalan, listrik dan daya penerangan, telepon/fax, sumber dan instalasi air bersih, sarangan dan sarana pembuangan air limbah. Kedua, kultur sekolah, antara lain ;
  1. Menerapkan 7 K yaitu kebersihan, keindahan, kenyamanan, ketertiban, kerindangan, kesehatan dan keamanan
  2. Memiliki budaya yang ramah dan santun dengan nuansa kekeluargaan
  3. Melaksanakan trias UKS (penyelenggaraan pendidikan kesehatan, penyelenggaraan pelayanan kesahatan dan pembinaan lingkungan kehidupan sekolah)
  4. Memenuhi standar sekolah sehat
Untuk mewujudkan sekolah peduli lingkungan, maka diperlukan partisipasi seluruh komponen dan stakeholders pendidikan untuk bersama-sama berikhtiar dan berkampanye peduli lingkungan hidup. Dimulai dari aspek ontology (keberadaan) sekolah yang sehat, epistemologis (bagaimana manajemen pengelolaan sekolah berbasis lingkungan hidup) dan aksiologis (kegunaan) lingkungan sekolah sebagai ruang belajar yang bertujuan untuk membangun kesadaran manusia berperilaku sehat dan peduli lingkungan hidup.

Manajemen Lingkungan Hidup di Sekolah

Sekolah sebagai salah satu ruang pendidikan dan pembelajaran, tentu untuk melakukan upaya sadar dan penyadaran menjadi manusia seutuhnya, yang berakhlak mulia/beradab dan berbudaya, manusia yang berarti/berguna atau bermakna. Proses penyadaran tersebut memerlukan prakondisi lingkungan yang kondusif bagi kesehatan baik secara lahiriah maupun batiniah.
Secara lahiriah berarti adanya sanitasi lingkungan yaitu usaha kesehatan masyarakat yang menitik beratkan pada penguasaan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan. Sarana sanitasi antara lain ; ventilasi, suhu, kelembaban, kepadatan hunian, penerangan alami, konstruksi bangunan, sarangan pembuangan, sarana pembuangan kotoran manusia dan penyediaan air bersih (Azwar, 1990) . Dan secara batiniah dapat diukur dengan aspek perilaku peduli lingkungan sehingga diperoleh suasana kenyamanan dalam melakukan proses pendidikan dan pembelajaran.
Derajat kesehatan berkaitan erat dengan hubungan timbal balik antara pembangunan ekologi, sosial dan ekonomi. Untuk itu perlu dikembangkan parameter, metode analisis dan sistem monitoring dampak kesekatan akibat pencemaran air. Penyediaan air bersih, sarana dan sarangan pembuangan air limbah merupakan sarana prasarana penting yang memerlukan standar kesehatan untuk menghindari pencemaran, penyakit dan bahan beracun/berbahaya.
Oleh karena itu, sanitasi di lingkungan sekolah perlu dipantau dan dikendalikan sedemikian rupa sesuai dengan manajemen pengelolaan yang memadai yaitu dengan teknologi pengelolaan air limbah sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Dan untuk melakukan pemantauan atau pengendalian dampak kegiatan, produk dan jasa aspek-aspek lingkungan dalam penerapan manajemen lingkungan hidup di sekolah, maka paling tidak ada 2 (dua) sistem manajemen lingkungan hidup yang perlu diperhatikan dengan seksama yaitu manajemen strategi pengelolaan lingkungan hidup dan manajemen personalianya.
Manajemen strategi pengelolaan lingkungan hidup meliputi kegiatan, produk dan jasa aspek-aspek lingkungan yang berkaitan dengan tujuan, sasaran, program, indikator, pengendalian operasional, pemantauan dan pengukuran. Sedangkan contoh sederhana struktur personalia dalam manajemen lingkungan hidup di sekolah adalah sebagai berikut ;
  1. Dewan Penasehat
  2. Dewan Pembina
  3. Penanggung Jawab Pendidikan Lingkungan Hidup
  4. Koordinator Pelaksana Pendidikan Lingkungan Hidup
  5. Divisi – divisi
  • Divisi teknisi dan instalasi
  • Divisi diklat dan perbaikan mutu lingkungan
  • Divisi data informasi dan dokumentasi
  • Divisi riset dan teknologi
  • Divisi pembiayaan dan pemberdayaan ekonomi


[1] Ditulis pada saat mengikuti Diklat Pengolahan Limbah Cair 2008 di VEDC – Malang.
[2] Waka Kurikulum MI Muhammadiyah 03 Weru

Silabus Pendidikan Lingkungan Hidup

Mengenalkan Pendidikan Lingkungan Hidup di Sekolah

Perlindungan terhadap sumber daya alam merupakan pertanyaan dasar atas eksistensi setiap orang dan seluruh umat manusia. Oleh karena itu sekolah mempunyai kewajiban untuk membangkitkan kepekaan dan kesadaran akan lingkungan pada kaum remaja, membuka wawasan dan mendidik mereka untuk berinteraksi dan bersikap dengan penuh tanggung jawab. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 008C/U/1975 menetapkan bahwa Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) mulai diterapkan di Sekolah Dasar (SD). Dalam Surat Keputusan tersebut dinyatakan bahwa PKLH diajarkan tidak dalam bentuk mata pelajaran tersendiri, tetapi dalam bentuk kesatuan dengan mata pelajaran dan bidang studi tertentu melalui pendekatan terpadu (integrative). 




Pendidikan lingkungan sebagai pendidikan untuk menumbuhkan sikap baru terhadap komponen bumi seperti air, udara, hewan dan tumbuhan, menuntut pemikiran yang lain dan menyeluruh yang merupakan kebalikan cara berpikir yang lurus dan satu dimensi. Tujuan pendidikan lingkungan hidup di sekolah adalah sebagai berikut:
Mengantarkan kaum muda untuk memahami alam dengan penuh kasih sayang dan hormat terhadap sesame makhluk/ciptaan ditentukan oleh banyak faktor.
Faktor-faktor tersebut antara lain adalah pola berfikir yang integral dalam memasukan materi PLH kedalam setiap bidang studi yang diajarkan. Metode pendekatannya dibagi 2 macam, yaitu:
  1. Pendekatan integratif (terpadu) Pendekatan ini dilaksanaka bertolak dari kenyataan bahwa materi kurikulum sudah terlalu banyak. Dalam pendekatan ini, materi PLH dipadukan kedalam mata pelajaran yang dianggap relevan dalam kurikulum yang berlaku
  2. Pendekatan monolitik Pendekatan ini dilaksanakan secara terpisah atau berdiri sendiri, sehingga merupakan satuan keutuhan yang bulat. Misalnya menjadi mata kuliah dasar umum (MDU) di universitas.
Dalam sekolah diharapkan sebanyak mungkin tenaga guru yang aktif dalam PLH. Dengan banyaknya guru yang aktif akan memudahkan jalinan kerjasama, baik didalam sekolah maupun diantara sekolah-sekolah dengan lembaga-lembaga terkait dan masyarakat.Kerjasama dengan pihak luar dapat dilakukan dengan orang tua peserta didik (agar hal-hal yang sudah diajarkan disekolah dapat pula dibina di rumah), kemitraan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pemerintah Daerah, dan masyarakat umum.
PLH tidak terbatas pada kegiatan belajar mengajar saja, melainkan menyangkut seluruh kehidupan sekolah. Berbagai aspek kegiatan sekolah, selalu diwarnai PLH. Misalnya pada saat perayaan Hari Bumi (22 April), dan Hari Lingkungan Hidup (5 Juni) dengan penanaman pohon; membahas masalah lingkungan yang sedang terjadi seperti banjir, kebakaran hutan, pencemaran, dll; studi lapangan dengan mengamati langsung objek lingkungan; penataan ruang kelas dan lingkungan sekolah; gerakan kebersihan; dan efisiensi dalam pemakaian seumber daya alam.
dirangkum dari buku Materi Pendidikan Lingkungan Hidup

Elva Isnita, Staff P-WEC

sumber

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...